Masa lalu sering hadir bukan hanya lewat kenangannnya, lewat catatannya, lewat dimana itu terjadinya, tapi bisa saja datang lewat sebuh kabar. Kalau aku punya pilihan untuk mendengar kabar itu atau tidak, maka untuk masa lalu yang bisa membuat aku memikirkannya lagi, terlebih menyesalinya, maka aku memilih untuk tidak mendengarnya (lagi).
Aku pernah terlalu ingin tau tentang sebuah kabar, tentang masa lalu. Alasan terkuat ku saat itu adalah "aku hanya sekedar ingin tau" ketika seorang saudara mengingatkan aku untuk tidak mendengarnya, karena dia tau bagaiaman nasib hati ku setelahnya. Dan benar saja, semalaman ku habiskan untuk berpikir, bertanya, dan berkesa-kesal ria dengan diri sendiri dan dengan masa lalu itu.
Masa lalu yang ku maksud di sini adalah dia yang aku hindari sejauh mungkin, bukan mengindari masalah. Tapi menghindari agar tidak timbul masalah lagi, karena mengenalnya berawal dari masalah. Bukan juga memutuskan tali silahturahmi, hanya saja berhenti untuk sedekat dulu dengannya, menjaga kesehatan hati lebih tepatnya.
Tentang bagaimana kita menyikapi masa lalu itu adalah pilihan kita sendiri. Aku sudah mengalami babak belur dan jatuh bangunnya hati cuma gara-gara masa lalu. Aku sudah mengulangi kesalahan tentang ini berkali-kali. Dengan alasan yang "hanya ingin tau" tapi bisa merusak hari ku bukan hanya hari ini tapi juga keesokannya. Sungguh tidak sehat.
Masa lalu tida memiliki magis yang bisa menarik aku kembali untuk mengingtanya, karena jika itu terjadi adalah atas izin ku sendiri. Masa lalu juga tidak pernah bersalah atas sakit hati hari ini karenanya, toh aku juga yang mengizinkannya datang lagi, hadir lagi. Dan sekarang, mata ku terbuka, hidung ku bernafas, mulut ku berbicara, otak ku berpikir dan hati ku merasa untuk hari ini, bukan masa lalu. Kabarmu sudah ku pilih untuk: TUTUP. ^^
No comments:
Post a Comment