Wednesday, April 27, 2011

Yang tak pernah benar-benar pergi

Lengang jalanan malam ini
Jarak kita berjuta-juta desau angin
Dan aku tak mampu sampaikan dengan segera apa yang ku rasa

Masih ribut suara ramai di luar
Disini pun ribut di hati ini
Dan aku segera mengejar mu dengan diamku, tak ingat lagi apa yang ku simpan kemarin

Ku ulang lagi... kau ulang lagi...

Jurang ini dalamnya sama seperti rasa kecewa
Kamu dan Aku
Meski di lain cerita dan cara

Aku ingin meminta sesuatu
Meminta firasat agar aku tau pastinya, walau hanya samar
Tapi jika begitu
Kesalahan-kesalahan ini akan membawa pelajarannya pergi

Tak berdaya lagi dan ku minta semua pergi dulu
Meski aku tau...keinginan akhir ini bermuaranya kemana
Tapi mohon, biarkan sendiri sejenak...

Monday, April 25, 2011

Doa

Sepertinya ini adalah sebuah doa. Dan aku hanya ingin menguraikannya dengan sederhana yang mungkin tidak berarti bisa dimengerti dengan mudah. Diiringi musik jazz yang santai malam ini, dan inilah doa itu...

Sudah berganti awalan umur ini, sudah pula berkurang sisa waktu untuk bertahan di Bumi Allah ini. Sudah banyak pula hadiah-hadiah kehidupan yang diberikan Sang Pencipta. Segala cobaan yang memberikan banyak pelajaran, segala rasa suka yang menambah rasa syukur. Dan segala macam detikdetik yang berisi cerita, seperti detik ini saat aku diberikan inspirasi dari-Nya untuk menulis serta kesehatan untuk dapat duduk di depan layar Note book sederhana ini.

Tak ada jasa berharga yang telah ku lakukan bagi orang lain. Tak ada kebaikan yang begitu berarti pula yang telah ku hadiahkan, semua masih ku anggap biasa saja. Tak juga prestasi membanggakan ku ukir. Berbeda dengan remaja yang sering ku lihat, bertumpuk prestasi, bertumpuk bekal untuk menyongsong masa depan penuh janji. Ah, apa rasany menjadi seperti mereka. Sering ku simpulkan senyumku tiap kali mendengar dan melihat keistimewaaan mereka. Jangankan mereka yang sering ada di layar televisi dan halaman depan media cetak, mereka yang ada disekitar ku pun begitu mengagumkan dengan segala kelebihannya, dapat lolos dari seleksi ribuan remaja lain untuk sebuah bangku kuliah. Sedang aku? Hanya dari nilai sederhana ku. Ah, tapi ini bukan berarti aku tidak bersyukur dengan yang aku punya. Aku hanya sekedar menyadari tentang aku. 

Tapi yang ku sadari dari mereka adalah "berani mengambil keputusan untuk suatu tindakan besar". Bukankah baik selalu mengambil hal positif dari cerita kehidupan orang lain untuk hidup sendiri yang juga lebih "keren"? Yah, meski tidak sama, tapi pilihan-pilihan itu yang menentukan bagaimana engkau nantinya. Aku pun akan memilih dan bertindak.

Hmmf, dan bagian ini, bagian yang sering kali membuat ku terdiam seketika. Tentang perasaan. Bukan milik ku, tapi milik orang lain yang pernah ku sakiti, atau bahkan sering. Ku ulang-ku ulang seakan aku tak mampu berpikir dan mencoba merasakan luka yang telah ku berikan. Sudah ada juga hubungan yang ku rursak dengan keputusan ku, mencoba memulihkan dan tak semuanya selesai. 

Maaf untuk hati yang sering kali tergores dengan perbuatan ini, aku gak bisa bilang ini bukan maksudku, toh aku sudah melakukannya. Maaf kan khilaf berulang dan perasaan yang terbolak-balik ini. Maaf untuk hati yang merasa kehilangan, aku tak bisa bilang ini adalah yang terbaik atau ini juga bukan maksudku, toh sudah ku lakukan juga. Tapi setiap orang harus mengambil keputusan dan pilihan bukan dalam hidupnya? Aku ingin mengambil itu saat ini. Aku ingin memilih itu. Aku ingin memutuskan itu.

Tentang bagiaman ke depan nanti aku ingin ini tentang pilihan ku, bukan karena rasa  lain yang akhirnya tinggal penyesalan. Aku ingin menanti, aku ingin kembali, aku ingin di sini, aku ingin pindah ke sana dan aku ingin ini keputusanku.

Duhai yang membolak balikan persaan, Yang Mengetahui isi hati setiap manusia. Segala yang telah terjadi ini adalah dengan izin-Mu. Keputusan ini pun sepengtahuan-Mu. Untuk itu aku mohon, iringilah jalan setapak menuju tujuan ini, yang sebenarnya adalah Engkau. Iringilah jalan bersama ini. 

Well, demikian doa ini.

Edisi Perasaan
Jambi

Sunday, April 24, 2011

Biarlah...

Masa lalu...memang ada yang belum selesai dan dianggap selesai begitu saja karena kelelahan hati tak mampu lagi membawa sikap untuk menyelesaikannya.Memilih berjauhan agar jauh dari apapun yang mengingatkan akan masa lalu menjadi pilihan terbanyak atau malah terbaik. Mungkin akan berhasil beberapa masa lalu saja, namun bagi yang membekas, dia hanya tersimpan jauh di dasar hati. Jauh sekali. Dan ketika saat itu tiba, pertemuan atau sentakan dari hari ini yang mengingatkan apa yang telah tertanam di dasar itu kembali menjadi sesakan yang mengisi isi hati jauh melebih yang pernah ada dulu. Karena simpanan itu tumbuh dalam diamnya.

Sebagian dapat bertemu dengan keinginan dalam masa lalunya untuk memenuhi keinginan yang terputus. Untuk memenuhi janji-janij masa depan yang terpaksa di lepaskan waktu dulu. Tapi sebagian lain harus menerima bahwa perjalanan waktu telah menemukan dirinya pada janji-janji kehidupan lainnya. Sesak kembali datang, dua kali lipat dari waktu itu. Tapi ini realita. Ini terjadi. Memperjuangkan masa dimana itu tentang dulu dengan melepaskan dan melukai janji-janji kehidupan saat ini hanya akan menciptakan cerita buram dan suram untuk masa depan

Biarlah saat ini menjadi masa dimana masa lalu itu bertemu dengan keihklasannya, dengan kerelaannya karena dulu belum selesai, karena dulu terputus dan karena dulu belum terjawab. Biarlah saat ini yang belum selesai itu bertemu pada penyelesaian dengan rasa sabar, ikhlas serta penerimaan atas apa yang telah dibawa dari masa sekarang. Biarlah.

Dan hari ini, yang ada di hadapan, yang masih dapat diperjuangkan, kejarlah untuk kehidupan yang lebih baik lagi. Bukan mengabaikan perasaan dengan melepaskan penantian dari masa lalu, tapi di sini, permainan perasaan luar biasa dari sabar dan ikhlas berperan dominan. Untuk mengantarkan kehidupan pada masa yang lebih indah, dimana itu semua bisa menjadi cerita mempesona bagi kehidupan lainnya. Syukur-syukur bisa menjadi pelajaran. ;)

Terkadang memang ada sesuatu yang harus dilepaskan karena memang tak perlu lagi perjuangan yang dapat kau lakukan. Selain ikhlas...

Selesai

Tania
"Lo gak mungkin ganggu hubungan orang kan Tan?" Pertanyaan Monik sore itu menyedarkan Tania apa yang seharusnya dia lakukan.
"Tapi lo juga harus mikir gimana perasaan cewek itu Tan", masih pernyataan Monik dan kali ini membuat Tania segera bertindak.
Tania mengakhir ingatannya kembali pada Ari, biarlah  8 tahun yang lalu benar-benar menjadi lalu. Mendapatkan Ari kembali dengan "lagi" menyakiti hati orang lain tidak akan pernah Tania pilih. Keputusan ini ditanamkan Tania dalam hati. Hari ini Tania kembali mantab terus ke depan.

Melupakanmu memang sulit Ar..aku pun gak akan perjuangkan itu. Tapi aku akan terus berjalan kedepan. Semoga kamu bahagia bersama kehidupanmu sekarang ya Ar.

Ari
Aku mendengarnya menangis dari kejauahan tapi aku merasakan dia sudah ada di sini, di dekapanku. Ah, aku akan memilih untuk dipanggi Dady oleh putri jagoanku. 

Matanya masih terlihat selalu terpejam. Sesekali menggeliat dalam dekapan kain putih yang membalutnya. Mulutnya begitu mungil bergerak-gerak kecil. Ah, dia begitu cantik. Aku rasa dia refleksi dari wajahku untuk versi perempuan. Dan, perempuan ini, prempuan yang sedang tertidur di hadapanku. Yang baru saja berjuang mempertaruhkan nyawanya demi darah dagingku. Tampak begitu mempesona seperti bintang Hollywod yang berdandan menghabiskan berjuta-juta , tak tau dollar atau rupiah. Tapi perempuan ini tampak serupa dengan perjuangannya. Begitu membuat ku nyaman melihatnya. Aku bersumpah tidak akan pernah membiarkannya terluka barang sedikitpun. Demikian Ari merasakan sesuatu yang baru di hari kelahiran putri kecilnya.

Ari semakin akrab dengan rasa rindu. Bukan hanya kepada Tania saat ini, tapi juga kepada putri kecilnya dan perempuan mempesona yang telah memperjuangkan darah dagingnya. Ari telah bersama keluarga kecilnya. Keluarga yang menyadarkannya bahwa sekarang dia telah bersama masa depan yang dia telah susun dulu, yang sangat berharga sehingga akan menjadi begitu jahanam jika di sia-siakan begitu saja hanya demi masa lalu, yang memang bukan menyakitkan, bahkan begitu indah, tapi hari ini Ari telah memiliki kelengkapan dalam hidupnya. 

Tania, aku harap kamu juga berjalan ke depan seperti aku dan memiliki kebahagiaan juga seperti aku. 

Ari dan diamnya

Ari mengibaskan tangan di depan wajahnya sendiri, berharap dapat menghapus keinginan untuk air matanya jatuh meluapkan yang dia rasakan. Hari itu Tania masih terlihat sama, masih terlihat sebagai gadis yang menguakan rasa cintanya. Masih sama. Tapi jelas keadaan saat ini sangat berbeda dengan 8 tahun lalu. Saat Ari dan Tania masih memiliki kebebasan untuk memutuskan tentang dirinya sendiri.

8 Tahun yang lalu...
Tania saat itu begitu polos, lugu apa adanya, kucel, jerawatan, sering tertawa nyengir menampilkan jajaran giginya yang rapih. Ah Tania, begitu mengejutkan kehadirannya saat itu bagi Ari. Siapa gadis tak biasa ini. Penampilannya yang sungguh berantakan dan membuat mata seakan berubah fungsinya saat melihat. Ah Tania, begitu tampak berbeda. Ari hanya tersenyum simpul saat melihat gadis mungil ini pertama kali. Saat mendengar ocehan Tania dengan temen sepermainan Ari, Ari semakin merasakan perbedaan di hatinya. Mirip seperti film-film dan sinetron remaja kebanyakan. Ari tidak pernah merasakan rindu. Itu saja. Perjalanan hidupnya yang mengantarnya kepada kekecewaan yang hingga saat ini masih membekas membawa Ari  menjauh dari kata rindu. Tapi Tania, telah membawanya kembali kepada rasa itu. Saat itu, hanya rindu ingin selalu melihat dan mendengar Tania.

Hingga Tania dengan lugunya bertanya sesuatu pada Ari melalui sms dan mulai saat itu Ari terus dan terus mencari-cari alasan agar Tania selalu  menghubunginya setiap hari. Entah dengan berjanji sesuatu hari esok atau menunda jawaban dari pertanyaan Tania. Hingga akhirnya mereka harus terpisah karena mimpi Ari untuk melanjutkan sekolah menjadi nyata saat seorang gadis berantakan bernama Tania telah mengenalkannya kembali pada rasa rindu.

Perpisahan itu. Ah, perpisahan yang tidak seharusnya tidak terjadi. Peprisahan dari rasa sesak di hati Tania yang tidak dapat bertahan dalam keadaan penuh perjuanan untuk melawan semua penentang hubungan mereka. Bukan tentang orang ketiga, tapi masa lalu mereka berdua. Masa lalu Ari yang membawa Tania kepada rasa bersalah dan bingung. Masa lalu Tania yang juag membawa Ari pada rasa bersalah. Cinta telah menyatukan mereka tanpa perlu berkenalan dulu dengan masa lalu keduanya, namun ternyata hal ini yang membuat mereka harus berpisah. Empat tahun berjuang, menutup telinga dari segala macam bentuk cacian karena keputusan mereka bertahan. Menguatkan hati dalam jarak yang begitu jauh untuk mempertahan apa yang mereka miliki. Dan ternyata berakhir, tak tau apa cocok disebut berkahir begitu saja. Tapi nyatanya memang begitu, tak ada cerita lagi setelahnya. Selain perjalanan cinta yang mengebalkan hati. Menetap untuk selalu menyimpan Tania.

Ari memandang nanar ke depan, mengepalkan tangan. Menyalakan mobil dan menembus jalanan kota ini dengan pikiran berisi "Tania". Saat-saat Ari melihat Tania perjuang dalam permainan out bond nya, saat Ari mendengar cerita harian Tanian melalui aplikasi chating di laptop, atau lewat telfon dan ketika mereka dapat bertemu setiap kali perayaan hari besar agama. Mengunjungi keluarga dan kerabat bersama Tania. Tania yang tidak perlu repot bertukar pakaian kalau mau pergi. Tidak pernah repot dengan penampilan. Bukan tentang Tania yang selalu apa adanya, yang berantakan, tapi tentang Tanian yang selalu dapat membuat Ari merasakan rindu. Itu saja. Bahkan Tanian sudah merobohkan pertahanan Ari untuk tidak akan pernah merasakan rindu itu lagi. Hanya Tania. 

Mobil  Ari berhenti pada suatu tempat wisata alam. Jelas sekali bahwa tempat ini adalah kenangan mereka berdua. Memang hanya sekali Tania dan Ari berkunjung ketempat ini. Tapi ditempat ini pertama kalinya Tania menampakan bola matanya yang indah sambil mengatakan "aku bersyukur loh bisa sama kamu". Cuma kalimat itu, sedetik pun dari kejadian sore itu tidak pernah dilupakan oleh Ari. Dicatat begitu rapi dan lengkap di harian hatinya. Sore ini, Ari hanya tersenyum memandang pemandangan indah di depan matanya. Masih terngiang suara Tania, namun begitu sadar bahwa itu hanya khayalan, Ari segera melamparkan batu kerikil sejauh mungkin sambil mengemhembuskan nafas yang menyimpan desakan masa lalu.

"Kamu masih di sini Tania"

Wednesday, April 20, 2011

Sekedar Menulis

Tulisan ini tertuang begitu saja di Note Handphone saat ingin tidur. Dan aku ingin juga menuangkannya pada blog ini. Agak sedikit berlebihan, tapi sepertinya malam membawa keromantisan dalam kata-kata.


HANYA


Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana
Mendengar suaramu saat kau jauh, meski kau tidak berbicara denganku
Melihatmu saat kau di sini, meski enggan kau berada disampingku
Masih kah kau sebut aku 'menuntutmu', meski aku mencintaimu dalam kebisuan.


Aku hanya ingin mencintaimu apa adanya
Mencadi cahaya bagi gelap hidupmu, meski sering kau tidak ingat bahwa aku ada
Menjadi sandaran untuk setiap tangismu, meski sering kau tertawa bukan bersama ku
Masih kah kau sebut aku "tidak pedulikan mu"?, meski aku mencintaimu dalam diam.


Aku hanya ingin mencintaimu
Dengan mengingat semua kenangan, tanpa sedikitpun terlewati
Dengan mendengar ceritamu tentang harimu, selalu hadir saat kau butuh
Masihkah kau merasa aku tidak ada? Sedang aku sudah menyakiti diriku dengan bertahan mencintaimu yang tak mungkin aku miliki.


Alu hanya ingin mencintaimu
Dengan menulis semua tentang mu, untuk mengobati rasa penuh gemuruh
Dengan mencatat apapun tentangmu, seakan kau benar ada di sini
Masih kau kau meragukan itu? Meski aku menyimpan sembilu dalam tiap goresan tentangmu yang tak mungkin aku miliki.


Dan aku hanya ingin mencintaimu, dengan bersedia menjadi apa yang kau mau
Dan aku hanya ingin mencintaimu, dengan segala ketidakpedulianmu
Dan aku hanya ingin mencintaimu, dengan segenap kenangan yang ku punya
Dan aku hanya ingin mencintaimu. dengan menulis semua ingin akan mu.


"Hanya" ini hanya menjadi pengandaian dalam hidupku...

Friday, April 15, 2011

Someday

Someday
Tak peduli siapapun yang datang
Tak peduli siapapun yang hadir
Tak peduli siapapun yang mengobati
Tak peduli siapapun yang menawarkan hati


Menanti ini masih yang paling indah bagi ku
Karena melahirkan inspirasi


Aku rangkai cerita ini sendiri, terpisah-pisah,,karena hanya untuk aku ulang sendiri.


Ribuan yang sudah terjadi
Ribuan yang sudah tersakiti
Ribuan yang sudah menyakiti
Ribuan yang sudah terlewati


Jalan ke depan adalah kesederhaan pilihan
Karena waktu terus berputar


Segala cerita aku dekap, terputus-putus, tak ku sambung, biarkanlah....


Puisi singkat sebelum tidur.

Sedikit Cerita tentang seorang Ayah

Aku memanggilnya Baba'Am. Kata Mama itu karena dulunya aku sering mendengar orang-orang memanggil beliau dengan panggilan Pak Am singkatan dari Amdani. Namun karena masih cadel, jadilah Baba'Am yang tersebut, dan berlanjut hingga sekarang. Kata Mam lagi, setelah lahir adik ku Dian, panggilan Baba'Am itu akan berganti, panggilan Ayah dan akan diajarkan pada Adik ku. Tapi ternyata cadel Dian lebih parah, bahkan hingga masuk Sekolah Dasar, sampai sekarang pun dia belum bisa bicara cepat dengan lurus. Panggilan Baba'Am pun melekat hingga sekarang. Sahabat terdekat pun memanggilnya Baba'Am. Dulu aku sempat malu, tapi sekarang aku malah bangga dengan panggilan itu. Setiap bercerita tentangnya aku menyebutnya Baba'Am.

Ba'Am dulu sangat dekat dengan ku, kemana-mana kami sering berboncengan atau naik kendaraan umum. Aku selalu ingin ikut setiap beliau pergi. Tapi beranjak dewasa dan kehadiran Dian, kedekatan seperti itu sudah berkurang. Namun kami tidak pernah tidak berbgi cerita dan rencana-rencana ku ke depan.
 wajah sederhana yang selalu aku rindukan

Aku bangga menjadi anaknya meskipun selalu penuh berdebatan. Beliau tidak pernah mengajarkan tentang hidup langsung kepada kami anak-anaknya. Tapi beliau mencontohkan itu semua. Aku hanya menyimpulkan itu semua dan mengamalkan kebaikannya untuk hidupku. Tak pernah ada aturan resmi dalam keluarga ku kecuali aturan agama itu sendiri yang memang diajarkan sejak aku menghirup udara dunia ini.

Meskipun aku tidak peduli dengan pekerjaan Baba'Am, tapi aku tau beliau adalah pegawai negri jujur. Bahkan waktu kecil aku pernah merengek menolak pemberian uang dari rekan kerjanya. Saaat itu aku belum benar-benar tau apa maksud pemberian uang itu. Namun aku hanya pernah melihat Ba'Am selalu menolak pemberian uang seperti itu, dan aku pun mengikutinya. Yah, beliau tak pernah bercerita tapi memperlihatkan secara langsung.

Aku membeci nya karena merokok, tidak olahraga, suka makan daging dan masih membuang sampah sembarangan. Orang tua, seperti biasa, enggan diberi tahu yang lebih muda, meskipun tau itu adalah benar. Mutlak. Tetap saja bersih keras mereka lah yang benar. Belum menerima perubahan dari anaknya sendiri. Itu yang sering ku gumamkan kalau perdebatan itu dimulai. Dan itupun bukan benci dalam arti sebenarnya. Aku hanya khawatir sesuatu yang buruk terjadi nanti padanya. Itu saja. Satu hal lagi yang membuat aku terkesan, Ba'Am gak pernah peduli dengan ulang tahunnya, namun peduli dengan ulang tahun keluarganya, meskipun tanpa perayaan, namun tak pernah ada penolakan setiap kami memintanya.

Baru-baru ini aku mendengar tentang pekerjaannya. Istilah di sana, tempat Ba'Am kerja, Ba'Am telah di non-job kan oleh Bupati terpilih karena saat pemilu Ba'Am mendukung lawannya. Aku hanya tersenyum kecut mendengar cerita itu. Demikian politik. Ba'Am yang tidak menyenanginya pun harus terjerumus dan terkena dampaknya. Ba'Am selalu terlihat tentang tapi aku tau bahwa beliau pun gusar, apakah mampu memenuhi keinginan kedua putrinya yang sama-sama haus sekolah. Ingin sekolah setinggi-tingginya. Aku pun sedih kalau mengingat itu. Dengan berubahnya pekerjaan Ba'Am maka pola hidup aku pun harus berubah. Aku tidak masalah dengan itu, hanya aku mengkhawatirkan kesehatan mereka di sana, aku jauh di sini , tidak bisa melihat setiap waktu. Juga kahwatir dengan adik yang baru akan kuliah.

Tapi dari ini semua, aku sadar bahwa ini adalah roda kehidupan. Sedang mendapat ujian berarti jalan untuk bertambah mulia. Doaku selalu untuk kesehatan kedua orang tuaku, kelancaran ku untuk terus sekolah meskipun dengan cara yang akan menyusahkan sekalipun namun halal, begitu juga dengan Dian. Keluarga ku yang terpenting dalam hidup saat ini. Hanya mereka yang bisa aku harapkan, bukan untuk kebaikan ku tapi untuk mereka yang selalu ada dan tidak pernah meninggalkan.

Dear Ba'Am, maaf untuk semua yang buruk, yang pernah aku lakukan. Boros. Keras kepala. Tapi aku tidak pernah bohong loh. Aku masih ingat ceritamu tentang anak pembohong dan dosanya di mata Allah tapi maaf, aku masih sering berucap "ah!" kata yang kay selalu benci. Dan aku juga tidak akan pernah minta maaf sudah marah-marah setiap Ba'Am merokok atau ngomel macam-macam setiap Ba'Am buang sampah sembarang. That is true bad attitude Deeeed...

Sekarang...bekerjalah semampu, berhentilah jika lelah sudah selalu kau rasa. Aku siap bergantian denganmu meskipun aku tidak tau mau jadi apa nanti. Tapi sungguh, aku akan berusaha. Hanya mohon selalu doa dan dukunganmu. Berhentilah merusak dirimu sendiri, karena kami di sini, begitu dan terlalu mengkhawatirkanmu. Kami masih, akan dan selalu membutuhkanmu sampai kapanpun. Bukan tentang uang yang kau hasilkan, tapi kehadiran dan keberadaanmu bagi kami yang selalu kami butuhkan.

Wednesday, April 6, 2011

Tania dan Mama

Tania merobek-robek kertas-kertas yang telah bersatu menjadi buku. Buku berisi kertas putih kosong yang telah ditulisnya semua cerita yang telah Tania dan Ari lewati bersama. Tania menulis semua aktivitas nya sehari-hari selama tidak bersama Ari. Buku ini akan menjadi hadiah untuk Ari di tahun ke lima mereka bersama. Empat tahun mereka berpisah karena masing-masing menuntut ilmu di tanah yang berbeda. Namun buku itu belum sampai ke tangan Ari dan Tani sudah membuatnya robek menjadi puzzle yang rumit.

Lama sobekan buku itu berhamburan di kamar Tania yang luas. Lama juga Tania hanya menatapnya nanar. "Masalah sialan!" pekiknya berkali-kali dalam hati. Hingga hari beranjak pergi menemui hari selanjutnya. Sudah pukul 1 dini hari dan Tania masih saja menatap nanar, sudah 12 jam berlangsung. Semua sms, telfon dan ketukan dari luar kamarnya diabaikan. Mama kerepotan memanjat lubang angin di atas pintu kamar Tania, demi memastikan anak kesayangannya masih bernafas. Masalah Tania yang bertahan bergeming sudah menjadi sesuatu yang biasa. Sejak berumur 5 tahun kalau Tania kesal dan sulit mengungkapkannya, Tania lama berdia di halaman rumah memperhatikan air dalam kolam ikan. Lupa segalanya. Setelah  merasa cukup baru dia beranjak dan menceritakan semua ke Mama. 
Namun Tania 20 tahun berbeda dengan Tania 5 tahun. Sudah hampir menjelang hari selanjutnya Tania masih saja diam dan menatapa nanar, posisi duduk pun tak berubah. Rasa sakit yang menerpa hatinya melebih rasa sakit tubuhnya. Entah kemana pergi rasa pegal akibat duduk tanpa bersandar dalam waktu lama, entah kemana rasa lapar dan kantuk. Seakan tak merasa apa-apa Tania bertahan dalam diamnya. Mama sudah tidak tahan dan memutuskan membuka kamar Tanian dengan kunci cadangan. Dengan kebiasaan Tania yang diam, Mama mewaspadainya dengan menyimpan kunci cadangan.
Mama hanya duduk diam disamping Tania, ikut menatap sobekan kertas itu. 
"Dulu buku itu kamu buat dengan sabar. Tulisannya selalu rapi meskipun sebenarnya kamu benci menulis rapi. Tapi supaya bisa di baca kamu berusaha menulis dengan rapi Nak. Kemana-mana kamu bawa buku itu. Setiap ada kejadian yang menarik hati kamu, kamu catat. Sampai mama kesal karena harus mampir ke tempat makan hanya untuk menunggui kamu menulis. Kalau tidak sempat saat itu juga menulis, kamu menulisnya dulu di note Hp kamu. Setiap hari juga buku itu kamu baca ulang dan siapapun tidak boleh menyentuhnya. Bahkan untuk mengintip saja Mama gak boleh Nak" Akhirnya tangis Tania pecah.
"Buku itu sudah berumur 4 tahun. Sudah kamu jilid menjadi empat tumpukan. Jilid an yang kamu buat sendiri agar otomatis bisa selalu di tambah setiap bertambah tahun. Buku paling indah kepunyaan anak Mama yang pernah Mama lihat. Betapa beruntung nanti sang penerima buku itu." Mama menarik tubuh Tania untuk bersandar dipundaknya.
"Mama gak tau Nak, ada masalah apa diantara kalian berdua. Samapai kamu merusak benda yang sangat kamu sayangi. Tapi Mama tau hati kamu sangat sakit. Kamu gak pernah diam selama ini." Mama menggenggam tangan Tania yang terasa hangat.
"Mama minta sedikit rasa sakitnya ya Nak? Boleh ya?" Tania pingsan.
Tiga hari Tanian berada di bawah perawatan Mama. Sebagai sarjana keperawatan Mama tidak perlu dokter untuk merawat Tania yang sakit akibat lelah karena sakit hatinya. Tania hanya butuh obat untuk jiwanya.
Mama tidak berusaha bertanya apa yang menimpa Tania, Mama bersikap seperti biasa. Seperti seorang ibu yang selalu memahami kondisi hati anaknya.

Hingga di suatu senja.
"Tania bisa sama dia sampai sekarng itu karena Tania yang usaha Ma. Tania yang menginginkan itu semua." Tania dan Mama duudk berdua di depan kolam.
"Tania nungguin dia pulang dari rapat organisasi dia Ma sampai malam. Sampai mama nelponin Tania terus. Cuma untuk melihat dia hari itu Ma. Tania masih SMA waktu itu. Tania sampe rela ninggalin acara nonton cuma untuk liat dia. Sampae akhirnya Tania bisa deket Ma. Itu semua Tania yang usaha. Mama tau kan? Tania gak pernah berusaha untuk deket sama cowok sebelumnya. Sampe akhirnya Tania bisa pacaran sama dia."
"Banyak banget Ma....banyak banget yang Tania gak tau tentang dia. Tania baru tau saat kita jadian dan itu pun dari orang lain. Tania kecewa tapi gak sedikitpun Tania benci dia, Tania masih mau bertahan. Kita coba sama-sama benahin Ma." Tangan Tania basah dengan air amta.
"Nasihat Mama tentang kekurangan orang lain yang haru kita mengerti karena kita sesama manusia ciptaan Tuhan yang penuh kekurangan selalu Tania pegang untuk hubungan Tania dengan dia."
"Tapi sekarang Ma... Tania yang gak kuat...Tania yang gak bisa bertahan... Tania capek..Tania gak sanggup..." serak "Tanian tertekan Ma."
"Mungkin ini berlebihan Ma, tapi Tania bener-bener gak sanggup Ma"
"Dia datang Ma dari Belanda, dia langgar janji dia untuk dirinya sendiri, yang Tania tau itu gak pernah dia lakuin seumur hidupnya. Dia berusaha nyelesein masalah ini. Tapi..." Tania lama terisak.
"Tania yang gak bisa Ma..."
"Rasanya sakit Ma, ngelepas dia, ngelepas perasaan Tania. Tania harus sadar kalau ternyata Tania gak sanggup bertahan dengan masalah yang ada, Tania gak bisa jadiin rasa cinta Tania dengan dia sebagai kekuatan. Apa ini karena Tania terlalu sayang sama diri Tania sendiri Ma?"
Mama tersenyum lalu "kamu hanya gak sanggup Tan. Gak sanggup memaksa untuk tidak mencintai lagi."
"Tapi sebenanrya Tania bisa aja betahan Ma, tapi Tania selalu merasa tertekan. Tania...hhhhhh" Tania kehabisan kata-kata menjelaskan yang dia rasakan.
"Kadang kita harus melepaskan sebuah hubungan Tan. Bukan karena rasa cinta yang sudah tidak ada lagi, tapi karena kebersamaan itu merusak hubungan yang lain"
"Tapi Mama bilang gak ada hal buruk yang diciptakan karena cinta"
"Kali ini bukan cinta yang merusaknya tapi kebersamaan itu"
"Kalau kita gak bersama kita sakit Ma, apa itu hal baik yang disebabkan cinta?"
"Kalau begitu serahkan pada waktu"
"Maam" Tania melotot protes. Itu bukan jawab yang dia inginkan. Tania ingin penjelasan mengapa semua meminta perpisahannya dengan Ari. Seseorang yang dengan sempurna memenuhi seluruh hatinya.
"Ada kalanya sesuatu diciptakan untuk datang lalu pergi, sekedar untuk memberi kenangan bukan di genggam. Karena sebesar apapun keingnanmu untuk meraihnya dan secepat apaun kamu berlari mengejarnya, keadaan yang akan mematahkannya. Kebetulan-kebetulan di luar nalar logika yang tiba-tiba mampu menggagalkan semua rencana yang telah tersusun rapi, mutlak tak bisa dihindari. Karena pada saat itu, tangan Tuhan yang sedang mengatur. Apa yang terbaik untuk mu, apa yang kamu butuhkan, bukan apa yang kamu inginkan. Meskipun kamu harus merasakan sakitnya kehilangan"
"Kenangan yang tertinggal itu nyakitin Ma, meskipun sedikit saat-saat aku bersama Ari. Tapi Ari membuat aku merasakan cinta yang aku inginkan."
"Namun bukan yang butuhkan Nak. Bersabarlah. Waktu akan mematahkan sakitmu."
Tani telah membagi sakitnya kepada Mama.

Monday, April 4, 2011

Dari Saudara Bisa Jadi Musuh

Dulu kita sangat dekat. Setiap hari adalah bercerita. Kita saling kenal dan saling mengerti satu sama lain. Tapi aku adalah aku dan kamu adalah kamu. Tetap saja kita punya kekurangan, Tetap saja ada yang disimpan. 

Dulu menjadi sangat indah kalau sore jalan bersama. Namun kini hanya sebuah ingat yang menjadi harga mati menurutmu. Yah, aku telah tidak jujur. Tapi haruskah aku ceritakan ini semua? Aku bagi apa yang aku pilih? Maaf aku menyebrangi jalan ini sendiri.

Namun satu hal...tidak akan pernah ada kata permusuhan itu. Aku hanya pergi lebih menjauh dari mu dan dari asalmu, saudara perempuan. Aku yakin itu lebih menenangkanmu.


Yang aku petik dari ini semua adalah, sebuah hubungan itu sebaiknya tidak membebani. Kau bisa saja menerima segala kekurangan orang terdekatmu, tapi apa yang kau inginkan bisa saja membebaninya bahkan cerita mu. Tidak semua bisa diungkapkan. Rasa berat untuk seseorang mengakui dirinya buta huruf, demikian denganku yang lebih baik menyimpan apa yang enggan aku dengar darimu.

Dengarkan lah sedikit lewat hatimu dari saudaramu. Sedikiiiit saja.....

Sunday, April 3, 2011

Dear Calon Suami

Terinspirasi dari judul sebuah catatan di facebook, aku pun ingin menulis dengan judul yang sama. Namun tidak sama sekali mencontek apa yang ada pada catatan tersebut.

Dear calon suami, aku tidak tahu engkau siapa. Entah yang saat ini bersama ku, atau seseorang yang belum aku kenal, atau temen dekatku, atau siapapun yang belum aku tau dengan pasti. Aku tau persis itu masih jadi rahasia Tuhan, tapi saat ini aku berusaha untuk itu. Hmmm, atau mungkin aku akan bertemu engkau kelak di lain dunia. Entahlah...

Dear calon suami, aku bukan perempuan dengan banyak kelebihan. Secara fisik pun aku tidaklah begitu indah. Paras ini pun tak begitu cantik. Namun sungguh ini yang terbaik dari sang Pencipta untuk ku Dari sikap pun aku jauh dari sempurna, masih banyak pengertian dalam hidup yang belum mampu ku rangkul. Aku masih belajar ini dan itu. Aku pun bermimpi dan ingin meraihnya dengan daftar yang cukup banyak. Tapi percayalah, aku tak ingin menyusahkan mu dengan mimpi-mimpi itu kelak, aku butuh dukunganmu. Dengan segala kekurangan itu pun aku tidak dapat berjanji untuk menjadi istri yang baik untumu kelak namun aku berjanji akan berusaha untuk itu. Maaf, aku tidak  bisa menjanjikan hal-hal yang indah, aku hanya ingin melakukan yang terbaik saat ini juga, saat itu juga.

Dear calon suami. Saat ini hidupku tercukupi oleh orangtuaku, entahlah saat nanti. Mungkin saat itu aku akan menuntut kau melakukan hal yang sama, mencukupi semua yang kuinginkan seperti apa yang telah dilakukan orang tuaku. Tapi tolong lah jika semua melebihi batas. Tolong beri aku penjelasan yang lembut dan juahkan dirimu dari bentakan.

Dear calon suami, jujur aku menginginkan mu dengan fisik yang manis serta dapat membuat ku bangga, tapi sungguh...Takutlah engkau pada Tuhan mu, pada yang menciptakanmu. Karena dengan demikian, sudah pasti kau akan melakukan hal-hal yang baik dan itu pun cukup membuat mu tampak indah bagi ku. Tak penting orang lain, karena ini hanya tentang aku dan kamu. 

Dear calon suami, aku menyenagi pesta pernikahan yang mewah, aku senang berada di dalamnya, namun aku tak menginginkan itu terjadi pada ku. Aku ingin kesederhanaan denganmu.

Dear calon suami...aku menginginkan urutan rencana sebelum tanganmu berjabat dengan waliku mengucapkan janji itu. Bukan rencana-rencana penuh kesenangan, tapi rencana agar semua yang akan dijalin nanti berjalan indah. Agar komitmen itu tampak nyata.

Dear calon suami..aku ingin menjadi yang terbaik bagimu hingga kau tak perlu berpaling. Aku ingin hanya kamu adanya satu. Dan untuk itu ... takutlah engkau pada Ar-Rahman, Ar-Rahim yang kelak nanti mempertemukan kita. Dengan takutmu kau akan mampu membimbingku, mengajariku serta memimpin keluarga kecil kita kelak dengan pedomana yang benar.

Sebuah tulisan dini hari saat gempa baru berlangsung.

Bogor

Sela waktu saat bimbingan

"Gimana kalau pacar kamu selingkuh Wulan? Kan kalian jauh." tanya dosen ku saat kami berbincang ringan karena obrolan serius mengenai PKL sudah selesai.
Glek. Aku terdiam sesaat dan menjawab dari hati "ya sudah lah Pak, mau diapakan lagi. Wulan gak mau maksa-maksa" jawab ku yakin dan pasrah. 
"Bagus, kamu sebagai cewek dan saya juga sebagai cowok menjalin hubungan pun harus pake otak. Karena kita sesama manusia." dan panjang lagi penjelasan dari dosen ku.
Dan yang ku petik adalah Mecintai menggunakan otak. Dan ini bukan berarti kita gak menyerahkan hati seutuhnya namun juga harus berpikir normal kalau-kalau susatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan. Seperti pasangan selingkuh, hilang rasa sayangnya kepada kita. Yah wajar karena kita ini manusia, jauh sekali dari kesempurnaan. Tentu hal-hal yang negatif itu kadang akrab dalam kehidupan. Sulit dimengerti kadang, yah tapi itu lah manusia, selalu sulit ditebak arah tujuannya.

Aku bukan tidak pernah menjadi begitu tolol yang merasa hancur, hampa dan kosong saat ditinggalkan seseorang. Sebagai remaja yang masih labil, tentu aku pernah merasakannya. Tapi aku ingat untuk kembali normal, dan aku punya sahabat, keluarga dan juga orang-orang yang peduli, lalu kenapa aku sibuk dengan yang sudah menyekiti aku? Tolol bukan? Atau mungkin aku juga harus instropeksi diri mengapa seseorang sampai berbuat jahat dengan aku? Mungkin aku yang juga salah. Mengertilah, itu lah hidup bukan hanya tentang target dan mimpi-mimpi mu. 

So girl and boy please wake up. Hidupmu begitu indah. Otakmu juga hebat, so...gunakanlah. Maju terus untuk mencari keindahan-keindahan lain dalam hidup. Tuhan telah menjadi Arsitek terhebat untuk bumi ini juga oerancang terhebat untuk hidupmu. Temukan sisi lain yang belum penyentuh hidupmu.

Saturday, April 2, 2011

Pelajaran Kecil

Pernah kah merasa saat ingin membeli sesuatu yang kita taksir, entah itu barang, entah itu jasa atau apapun yang haru ditukar dengan nominal uang? Kadang timbul pikiran "ah, kalau aku membelinya di toko sebelah mungkin lebih murah" atau "ah mungkin harganya tak sebesar ini" "ah ini terlalu mahal" atau malah sibuk menaksir harga modalnya hingga mungkin sampai ke modal awal. Wajar saja karena itu semua tentang untung rugi kita sebagai pembeli yang menginginkan kepuasan dengan harga seminimal mungkin. Termasuk pengalaman saya.
Sering kali saya merasa bodoh karena telah membeli barang yang sama dengan si A tapi harga berang si A lebih murah dari harga barang saya. Yah, wajar, karena jika ada harga yang lebih murah dengan barang yang sama serta kualitas juga sama, kenapa tidak pilih yang itu saja?
Tapi menurutku sekarang, setelah lama berpikir dan merenungkan teori ekonomi yang aku dapatkan saat belajar Ekonomi Lingkungan semester 1 yaitu "tidak ada satupun yang gratis didunia ini". Membeli barang di tempat yang nyaman serta memberi kesempatan untuk melihat hal lain, mendapat informasi lain pun harus di bayar, yang penjual masukan sebagai pajak serta hitungan biaya sewa properti yang digunakan. Dan rasa nyaman itu pun di bayar. Sudah jelas sekali bahwa sesuatu yang dibeli di tempat yang lebih nyaman lebih mahal daripada tempat yang "kurang nyaman". Panas, bukin gerah, berdesakan atau lama untuk tawar menawar, belum lagi jarak serta waktu. 
Tapi rasa puas mendapat barang yang lebih murah juga sudah cukup menggantikan rasa nyaman dari tempat yang nyaman itu? Yeah, tidak bisa dibilang salah. Ini benar. Karena itu pilihan. Tapi kalau sudah dibeli atau sangat ingin yang ada di depan mata dan nilai uang yang dibutuhkan itu ada dengan tidak mengorbankan kebutuhan lain, why not? Karena semua itu ada nilai. :)

Dan pernah tidak kita berpikir saat ingin memberi sedekah pada anak-anak kecil yang meminta-minta,,atau siapapun yang banyak sekali menengadahkan tangan dipinggri jalan, di lampu merah sebagai pekerjaan sehari-hari. Kadang kita merasa mereka masih bisa berusaha yang lain dengan fisik yang baik. Tapi apakah mencari pekerjaan itu mudah?Dan apakah mereka punya modal untuk itu? Seperti kepintaran? Oke, ini bicara fisik, apakah begitu mudah mencari pekerjaan itu? Dan jika pun sudah didapatkan dan mencoba meminta-minta ternyata mendapat nilai yang lebih atau mungkin sama dengan pekerjaan fisik itu, saya rasa pilihan meminta-minta akan mereka ambil. Saya sering berpikir, bagaimana jika satu keluarga kaya di Negara ini memakmurkan satu keluarga lainnya. Lainnya dan seterusnya, hmmm mungkin seperti dana bergilir. Tanpa perlu selalu protes dengan UU nomor 33 itu. Ah tapi terlalu berangan-angan saya untuk memikirkan ini. Biasanya semakin banyak penghasilan juga semakin banyak kebutuhan. Berat mungkin rasanya untuk berbagi dan meamkmurkan keluarga lain. Yang juga tentu diiringi pembinaan. Oke kembali ke awal. Ketika kita hendak memberi lalu kita berpikir "ah jangan-jangan nanti uangnya untuk minum2" "ah jangan-jangan uangnya untuk berjudi" "ah jangan-jangan dia ini sebenarnya orang kaya" "ah jangan-jangan dia hanya pura-pura saja menderita" "ah jangan-jangan anak kecil ini ada bosnya yang akan menerima uang hasil mengemis" Segala macam pikiran kemana uang yang akan kita berikan itu mengalir. Tapi jawaban seorang dosen ketika aku bertanya tentang hal ini adalah "jangan berpikir kemana uang itu pergi, yang pasti  niat mu saat memberi adalah meringankan bebannya". Lama aku berpikir,,, benar juga yah. Lalu kenapa masih ragu memberi?

Aku pernah dimintai uang oleh anak kecil yang kira-kira berumur 7 tahun. Sebelum berpisah kami sempat mengobrol. Aku tanyai kemana uang-uang ini dia gunakan. "Untuk mama" Itu katanya. "Disuruh Mama" Ketika kutanya siapa yang menyuruh kamu nyari uang panas-panas begini?. Ya Tuhan...saat aku berumur seperti anak ini, aku menikmati teduhnya rumah saat siang terik seperti ini. Blajar bersama Mama. Makan disuapin Mama lalu sore bercengkrama dengan Ba'am. Dan anak kecil ini? Ah, aku tau ini bukan hal baru di SINI. "Ngapain sekolah?" saat aku tanay kenapa kamu gak sekolah? Kemudian aku bercerita tentang kehebatan oran gyang bersekolah, yang bisa pergi naik pesawat terbang dan melihat banyak kota yang indah. Dia terdiam. Aku minta dia berhitung, sunguh sembarang angka-angka itu disusunnya. Lima jari menggambarkan tujuh. Sudah! Aku tidak akan membandingkan dengan keadaan aku lagi. Saat aku ajak dia berhitung, panggilan "Ibu" itu keluar samar. Tapi sayang pertemuan itu tidak bisa sebentar. Aku berharap bisa bertemu lagi esok hari, tapi sampai saat ini pun tidak aku temui lagi. Semoga...semoga kamu bisa sekolah ya Ade...bisa berhitung dengan benar, membaca dan menulis serta melumat ilmu-ilmu lainnya. Amin.

Tulisan ini saya pikir tak jelas arahnya. Tapi satu kesimpulan "jangan buat risau hatimu dengan pikiran-pikiran yang keluar dari niat baikmu baik untuk dirimu dan orang lain"

Sebuah Protes

Sebuah tulisan malam hari

sudah habis karya untuk menyampaikan apa yang aku inginkan
tetap saja kendali mu yang pegang, meski itu dulu
aku masih bisa merasakannya
meski hanya sekedar rasa

kini sudah jauh langkah mu dan aku
jauh dan tak lagi ingin saling sapa
ku tarik peduli ku yang lebih dari sesama manusia
telah ku normalkan semua

protes tentang apa yang tidak aku inginkan
protes tentang apa yang aku inginkan 
protes tentang rencana yang telah disusun
protes tentang keputusan yang diambil
hanya tersampaikan lewat sikap, yang tak menjadi guna apapun

aku juga tak menyampaikannya
tapi aku ingin kali ini
cukup terakhir aku yang maju dan mencukupkan semua
usangkan semua usaha

karena
tak mungkin lagi
habis usdah rasa....