Nge-Kost. Dulu sama sekali gak pernah kepikiran buat aku mengalaminya. Secara nempel terus sama orang tua apa lagi mama. Bangun dan mendapati rumah tanpa mama aja bisa bikin aku nangis meraung, atau kalau sudah besar aku hanya memeluk guling nangis ketakutan. Apa lagi nge-kost, yang artinya jauh dari orang tua. Apa-apa sendiri. Iiiiikh!!!
Waktu SMA harus jauh dari orang tua dan hanya berjarak 2 jam cukup buat aku galau tiap malam di minggu-minggu pertama. Gak mau merubah apapun yang ada di kamar yang sudah di susun mama demi merasakan kehadiran mama di sana. Tapi setelah mendapatkan temen dan kehadiran mama yang setidaknya dua minggu sekali di rumah nenek, sudah cukup buat aku tetap merasa baik-baik saja dan belajar jauh dari mama.
Daaaan, masa kuliah pun tiba. Au diterima kuliah bukan di kota tempat orang tua menetap. Harus menyebrang pulau dulu. Bogor. Yah, awalnya merasa "aku akan baik-baik saja". Tapi setelah tiba di Bogor, hari-hari orang tua di Bogor pun semakin sempit. Kekhawatiran mulai menjalar."Kalau lapar malam-malam gimana?" "Kalau kuliahnya jauh gimana?" "Nyuci baju gmn?" "Nytrika gimana?". Segala macam pertanyaan yang sekarang ku anggap kekanak-kanakan ku ajukan pada mama, mama menenangkan dengan menyediakan perlengkapan di kost seperti di rumah. Bahkan sempat bertengger seperangkat DVD dengan dua speaker besar, yang beberapa bulan kemudian aku merasa itu semua gak penting.
Malam pertama di kost, sendiri di kamar. Seperti mimpi buruk, menyeramkan, menakutkan, hp selalu di tangan, membalas cepat setiap sms yang masuk, mengangkat dengan semangat tiap telfon yang masuk. Tak sabar menunggu pagi, takut dengan malam. Permintaan pun masih terus mengalir, entah kenapa rasanya kurang aja. Kasur gak empuk, bantal kurang banyak, selimut yang gak hangat, kamar yang sempit. Segalanya di anggap kurang. Padahal mau di kayak gimana in pun itu kostan gak akan senyaman rumah. Karena tetap berbeda.
Tiga tahun nge-kost. Mendengar cerita-cerita teman, melihat langsung ke TKP. Belajar dari cerita hidup banyak orang, belajar dari sekedar nongkrong di lampu merah jalanan kota Bogor, belajar dari sekedar ngobrol sama pengamen jalanan, belajar dari perjalanan malam menemui gembel-gembel yang terlelap di emperan toko, aku benar-benar belajar tentang bersyukur. Tinggal di kamar yang isinya bikin hidup lebih mudah, makan berkecukupan, walau kadang mengalami pasang surut keuangan, tapi aku tetap makan. Memiliki barang-barang yang menyenangkan diri sendiri. Dan aku masih saja mengeluh (kemarin)? Itu syukur mungkin masih hinggap di tempat lain kali yah.
Dari semua itu aku jadi tau, ketika semua keterbatasn itu kita terima, ketika semua ketidaknyamanan itu kita maklumi dan nikmati dengan rasa syukur maka semua akan selalu menyenangkan.
Sering kali kita sebagai kost-kost-er suka lupa tujuan awal kita ke kota rantau, tapi lebih fokus pada kenyamana hidup di kota itu. Belum lagi godaan terhadap kebebasan yang di tawarkan dari hidup sebagai anak kost. Tujuan utama malah jadi sekedar pelengkap, tapi lebih fokus kepada mencari kesenangan semata.
Saat kita berada di kota yang baru, peluklah mimpi-mimpi untuk lebih baik, melangkah lah untuk meraih dan mewujudkannya. Dan selalu ingat, ada dua hati yang menanti keberhasilan kita di sana. Yah mungkin tidak melulu tentang prestasi mu bidang akademik, tapi tentang dirimu, hidupmu yang seharusnya jadi lebih baik dari sebelumnya.
Selamat berjuang untuk jadi lebih baik kost-kost-ers.^^
Beda ya rasanya...
ReplyDeleteyah tiap orang mungkin beda, karena alasan dan latar belakangnya juga beda
emang abang ngerasa apa??
ReplyDelete