***
Sujay, Rifko, Ega, dan Celo adalah sekumpulan cowok-cowok pintar. Selalu mendapatkan juara di kelas. Mereka selalu bergantian untuk mendapatkan rangking satu. Kalau semester ini yang menjadi juara satu Sujay, semester yang lalu adalah Rifko dan selanjutnya adalah Ega dan begitu seterusnya. Entah itu direncanakan atau hanya kebetulan. Mereka juga bersahabat dengan baik. Sering belajar kelompok bersama dan mengerjakan PR bersama. Dan sama-sama tidak ahli dalam urusan cewek.
Sekarang mereka sudah kelas 1 SMA. Dari SMP mereka selalu satu kelas. Entah mengapa guru-guru tidak pernah memisahkan mereka. Menyebalkan memang, karena itu menutup peluang untuk anak-anak lain, yang satu kelas dengan mereka berempat untuk mendapatkan juara. Karena pasti mereka yang memboyong peringkat empat besar.
Mereka sering mengikuti lomba-lomba yang berhubungan dengan akademik. Dan perlombaan itu sering di menangkan oleh mereka juga. Si Sujay ahli dalam hal matematika, Rifko dalam hal fisika, Ega ahli dalam bahasa inggris dan Celo ahli dalam biologi. Mereka memiliki keahlian yang berbeda-beda. Dan itu dimanfaatkan mereka dengan sebaik-baiknya, bahkan untuk mendapatkan uang. Seperti Sujay, Rifko dan Celo mereka membuka kursus privat untuk anak-anak SD dan SMP. Sujay mengajar Matematika, Rifko mengajar Bahasa fisika dan Ega mengajar bahasa Inggris. Hanya Celo yang tidak membuka kursus privat, karena orang tua Celo malarangnya. Celo adalah anak satu-satunya, jadi orang tua Celo over protektiv terhadapnya. Lagian ke dua orang tua Celo tergolong mampu. Tidak seperti Sujay, Rifko dan Ega, orang tua mereka bertiga hanya membuka usaha kecil-kecilan. Dan masih kekurangan dalam urusan keuangan.
Setelah mereka SMA, mereka sadar satu hal. Bahwa mereka belum mempunyai pacar. Mereka terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Sampai akhirnya Ega mengajak ke tiga temannya untuk taruhan
“Eh sekarang kan udah masuk semester dua. Kita belum punya cewek juga nih. Padahal kan kita termasuk golongan lumayan. Apalagi kemampuan akademik kita. Bener gak?”, ujar Sujay bersemangat.
“Betul banget, gue juga udah gerah ni sendiri mulu”, jawab Rifko berapi api.
“Emang penting apa!”, sahut Ega dengan gaya cool nya.
“Ya…. Ela penting dong. Kalo kita terus-terusan berempat aja. Gak punya cewek ampe kelulusan entar. Bisa-bisa kita di katain homo. Ogah gue”, jawab Sujay sambil memasukan snacknya ke dalam mulut.
“Gue juga gak mau kali”, sahut Rifko santai.
“Lo setuju Cel?” tanya Sujay ke Celo yang dari tadi hanya diam.
“Boleh juga. Batas waktunya kapan? Trus hukuman yang kalah apa?”
“Batas waktunya sampe semester dua entar berakhir. Buat ngebuktiinnya lo semua wajib membawa cewek-cewek lo ke rumah kita-kita. Misalnya gue udah dapat cewek, gue mesti bawa cewek gue ke rumah Rifko, Ega dan Celo. Dan mesti ada pengakuan juga dari cewek kalian tentang status kalian. Dan mesti jujur. Kalo ada yang ketauan bohong. Di keluarin dalam kelompok ini. Setuju,” ujar Sujay seperti berpidato.
“Hukumannya apa dari tadi lo cuma ngejelasin aturannya doang?”, tanya Celo lagi.
“Masalah hukuman kita atur entar aja. Yang terpenting ada cewek aja dulu.”, jawab Sujay santai.
“Ini namanya bukan taruhan”, sahut Celo malas.
“Elo nih…. Banyak aturan banget. Oke hakuman bagi yang kalah mesti nraktirin yang menang maen semua wahana di DUFAN. Setuju??”, tanya Ega sambil mengancungkan jempol.
“Siiiip”, jawab Celo, Rifko dan Sujay berbarengan
Mereka mulai bereaksi untuk misi taruhan itu. Mereka mempunyai kelemahan masing-masing. Di mulai dari Sujay. Kelemahan dari Sujay yaitu wajahnya. Mungkin terlalu berlebihan, tapi wajah Sujay agak mirip dengan seekor kera. Ups, sory Jay, tapi itu nyatanya bukan? Belum lagi kulit Sujay yang sangat hitam. Itu sangat mendukung kemiripan Sujay dengan seekor kera.
Kalau Rifko berbalik 1800 dengan Sujay. Rifko tampan dan putih tinggi pula. Dia juga ahli dalam urusan cewek. Dia tahu banyak tentang cewek. Dia bilang, untuk memahami seorang cewek adalah hal yang mudah baginya. Padahal itu salah. (Bagi pembaca cewek , setuju kan??). Hanya saja Rifko belum bisa menentukan siapa yang disukainya. Dia belum memiliki perasaan istimewa dengan seorang cewek. Patut di curigai, mungkin Rifko adalah guy. Tapi kita lihat saja dulu..
Kalau si Ega hidupnya sering di penuhi keragu-raguan. Dia ragu apa Lala memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Oke, mulai dari awal. Si Lala itu adalah cewek yang dicintai Ega dari SMP dulu, katanya. Ega sangat dekat dengan Lala. Mereka sering bercerita tentang banyak hal. Sering pergi bersama, ah pokoknya melakukan hal bersama. Namun sampai sekarang Ega takut untuk menembak. Alasannya karena takut di tolak.(Jangan pernah contoh perbuatan Ega, kalian mesti ingan kalimat ini:”seseorang tidak pernah kalah karena mencintai tapi seseorang kalah karena tak mengungkapkanya). Tapi dia sudah bertekad untuk mendapatkan Lala.
Kalau si Celo, si anak mami kesulitannya adalah……(ku pikir kalian tau). Celo takut berhadapan dengan cewek. Dia mudah sekali grogi. Entah apa yang di takutinya. Setiap ada cewek yang ingin mendekatinya, padahal hanya sekedar untuk bertanya sesuatu. Celo pasti langsung menghindar.
Sepertinya mereka sangat terobsesi dengan teruhan itu.
Sujay, mulai sibuk mempermak wajahnya. Mengolesinya dengan berbagai macam krim. Memencet-mencet komedo tiap saat. Dan dahsyatnya kemana-mana Sujay pergi memakai paying, topi dan jaket. “Takut hitam”, katanya. Sujay, Sujay… Padahal hitamnya Sujay itu adalah hitam keturunan. Sudah gak bisa lagi deh buat di perbaiki lagi. Tapi salut deh untuk usahanya.
Rifko mulai sibuk mencari-cari siapa cewek yang akan dipilihnya. Dia mulai memantapkan pilihannya. Dan pilihannya itu jatuh kepada Fia. Cewek berkulit sawo matang dan anggota chears itulah pilihan Rifko. PDKT pun mulai di lakukan.
Si Ega ini yang aneh. Dia malah semakin menjaga jarak dengan Lala. Setiap Lala berbicara padanya, Ega selalu menghindar. Alasannya sih supaya Lala penasaran, dan saat Lala mulai sibuk bertanya apa yang terjadi dengan Ega, barulah dia akan menembak Lala. Cara yang aneh. Apa Ega berhasil ya?
Celo jadi dekat dengan Rio. Playboy sekolah. Yang katanya anak-anak ahli banget dalam urusan cewek. Gampang banget deh buat Rio ngedapetin cewek. Celo pun mulai belajar buat naklukin cewek-cewek dengan Rio.
Mereka memang pantas di ancungi dua jempol. Walau sekarang mereka sibuk dengan taruhan itu. Tapi nilai mereka tetap menjadi yang terbaik. Pekerjaan Sujay, Rifko dan Ega pun tidak terbengkalai. Mereka memang anak-anak yang baik. Selamat deh buat cewek-cewek yang menjadi pilihan mereka.
Ujian semester telah berakhir. Sepertinya giliran Ega yang mendapatkan juara satu.
“Seminggu lagi taruhan kita bakal berakhir dan pemenang akan segera di dapatkan, kalian udah siap”, tanya Ega saat di kantin.
“Tentunya Bro”, jawab Sujay dan Celo berbarengan.
“Lo gimana Ga?”, tanya Sujay ke Ega.
“Gue juga siap.”
Bohong tuh si Ega. Sebenarnya dia sema sekali belum siap. Wajar saja si Lala sekarang malah semakin menjauh. Mungkin Lala capek kali di cuekin terus sama Ega.
“Pulang sekolah entar gue mau nembak si Siti, tetangga gue”, kata Si Sujay bersemangat.
“Kalo gue besok”, jawab Rifko mantap.
“Gue juga”, si Celo cuma menjawab datar, sepertinya dia masih merasa takut untuk berhadapan dengan cewek.
“Lo kapan Ga”?, tanya Celo.
“Secepatnya lah.”
Bohong lagi tuh… padahal si Ega belum tahu kapan.
Wajah Sujay jadi lumayan lebih bersih dan berseri. Entah krim apa yang dipakainya. Dia telah memilih Siti yang orang Padang tulen tetangganya, untuk menjadi pacarnya. Sebenarnya Sujay ingin Grace untuk menjadi pacarnya. Namun Grace terlalu cantuik untuk Sujay. Untunglah Sujay sadar diri.
Setelah mempersipkan diri dan memakai minyak wangi, Sujay pun pergi ke rumah Siti.
“Assalamualaikum”. Sujay memberi salam di depan rumah Siti.
“Wa alaikum salam”, jawab suara di dalam.
“Eh uda Sujay”, kebetulan si Siti yang membuka pintu.
“Mari masuak”, kata Siti dengan logat padangnya.
“Ado apo uda kamari?”
“Saya mau membicarakan sesuatu.”
“A tu da?”, tanya Siti penasaran.
“Mmmm, saya sudah ,mmm, bukan-bukan.” Wajah Siti mengkerut melihat Sujay terlihat grogi.
“Cape`lah sekete` da.”
“Iyo-iyo. Mmm Uda nak jadi pacar kamu Sit. Mau gak?”, tanpa sadar Sujay mengikuti aksen bicara Siti.
“Ngapo pulo` uda ni, nak jadikan Siti pacar uda. Dulu sajo uda sombong sama Siti. La sekarang uda nak jadiin Siti pacar uda? Indak lah da. Siti la ado pacar da. Ranca` lai dari pada uda. Maaf da yo. Bukan Siti nak nyakiti ati uda. Tapi emang ba`itulah kanyatoannya. Na.. uda sekarang baliaklah, banyak karajoan Siti di dalam da. Yo da.”
“Iya saya permisi.”
Sujay pun pulang dengan kekecewaan mendalam. Siti yang seram dan jelek saja menolaknya apalagi yang lebih dari Siti.
Besoknya di sekolah.
“Cello, ne jawabanya apa ya?”, tanya Rara ke Celo. Rara adalah gadis pilihan Celo.
Celo bengong. Dia berniat untuk menembak Rara saat itu juga.
“Celo jawab kek”, Rara mulai gerah melihat kebengongan Celo.
“Gak tau”, jawab Celo datar.
“Gak mungkin!, kamu kan pinter.”
“Maksudnya, aku gak tau mau ngomong apa?”
“Ngomong apa emang?”
“Mmm Aku mau kamu jadi pacar aku”, jawab Celo cepat.
“Ngomong cepet amat sih. Gak jelas tau. Pelan-pelan…”
“Aku…mau…kamu…jadi…pacar…aku…”, jawab Celo dengan sangat pelan plus grogi.
Rara diam. Lalu…
“Kenapa si Cel, lo mesti suka dengan gue. Gue gak bisa jadi pacar lo. Gue udah punya pacar. Lagian lo kenapa gak PDKT dulu sama gue. Jadikan gue tau kalo lo suka sama gue. Nih! Lo nembak gue nya dadakan. Jadi……… gue nolak lo ya Cel.”
“Gak pa pa”, Celo pergi berlalu meninggalkan Rara. Celo juga sama kecewanya dengan Sujay.
“Gue sayang sama lo”
“Apa!”
“Gue sayang sama lo”
“Lo apa an sih”
“Gue serius”
“Gue gak”
“Kenapa?”
“Gue gak sayang sama lo”
“Jadi lo nolak gue?”
“Iya, gue udah sayang sama orang lain”
“Siapa?”
“Pacar gue lah, gimana sih lo”
“Lo udah punya pacar?”
“Udah. Baru kemarin dia nembak gue. Gue pulang ya”
Rifko menembak Fia saat pulang sekolah dari jarak 3 meter. Dan dia pun gagal plus malu karena saat itu sedang ramai-ramainya.
“La…..”
“Apa?”
“Gue mau ngomong sama lo”
“Masih mau ngomong lo sama gue?”
“Iya”
“Apa”, wajah Lala terlihat masam.
“Sebenarnya gue suka sama lo, tapi………”
“Gue ngerti kok.. dan gue juga ngerti kenapa lo ngejauhin gue. Tapi sayang. Gue udah punya pacar”
“Jadi……….”
“Gue gak bisa”
Terakhir, Ega yang merasakan kekecewaan.
Keempat sahabat itu berkumpul di rumah Celo.
“Kita barengan ya ngucapin apa yang terjadi. Hanya dengan satu kata, yaitu gagal dan berhasil, okey”, kata Sujay serius.
“Gagal!!!”,kata itu keluar dari ke empat mulut mereka. Mereka saling diam dan tertawa bersama.
“Taruhan di tutup kan?”, tanya Celo.
“Iya. Gak taruhan deh buat dapetin cewek, kalo emang jodoh juga dating sendiri”, jawab Sujay lesu. “Pulang yuk, gue mesti ngajar nih”, lanjut Sujay.
“Yuk”, jawab Ega dan Rifko berbarengan.
1 minggu kemudian.
“Sujay”, panggil Grace.
“Ada apa Grace?”
“Mmmm lo keliatan lebih tampan Jay”, kata Grace genit.
“Lo jadi pacar gue mau gak?”, lanjutnya.
“Gue gak suka di mainin”, jawab Sujay dingin.
“Gue gak main-main. Gue suka lo. Lo pinter. Gue suka cowok pinter.”
“Gue gak akan mau ngerjain PR-PR matematika lo. Jadi lo simpen aja rencana busuk lo itu.”
“Jay, plis.. gue serius nyimpen perasan buat lo. Kenapa sih lo gak percaya?”
“Bukan buat jadi babu lo?”
“Hello…….. yang bener aja”
Sujay tersenyum. Mereka pun jadian.
Celo asik membaca buku biologi di perpustakaan sekolah.
“Hai”, sapa Ely.
“Hai.”
“Bio ya?”
“Yes”
“Ummm”.
Tiba-tiba Ely mrencium Celo. “Apa yang kamu lakuin?”, tanya Celo grogi.
“Mencium kamu?”
“Kenapa”
“Because I Love You”
“Really?”
“Aha”
“Why?”
“You are different. Want to be my boyfriend?”
“Kamu kok berani banget?”
“Mumpung lagi ada kesempatan aja buat mengakuinya. Kata orang kesempatan tuh jarang banget datang dua kali”, jawab Ely santai.
“Okey”
“Yes”. Jadian deh Celo dan Ely. Namun Celo tidak begitu yakin dengan Ely. Ely bukanlah tipe cewek Celo.
“Gue, gak tau kenapa bisa sama lo. Tapi yang pasti gue sadar ini cinta.”
“Gue kan cewek biasa, jelek pula, sedangkan lo tampan, pinter, putih, tinggi, gue…”
“Lo spesial buat gue”
“Gue….”
“Lo mau kan jadi pacar gue?”
“He – eh”, jawab Tia sambil mengangguk. Dalam hati Tia berteriak heran.
Rifko jadian dengan Tia. cewek yang merupakan deretan cewek paling jelek di sekolah. Tapi mau bagaiman lagi, namanya juga cinta. Satu hal yang tidak bisa di ukur hanya dengan fisik.
Tinggal Ega yang belum ngedapetin pacar. Tapi tenang. Waktu taruhan mereka sudah habis. Jadi aman.
“Kita udah punya pacar Ga. Lo kapan?”, tanya Sujay saat mereka berkumpul di kantin setelah pulang sekolah.
“Gue bakal nungguin Lala. Gue yakin dia itu cinta gue”, jawab Ega mantap.
“Kita dukung lo”, jawab mereka berbarengan.
“Lo hebat ngedapetin Grace”, kata Ega selanjutnya.
“Be your self oke”, saran Sujay.
“Lo mesti percaya dan yakin dengan perasaan lo”, saran Rifko lagi.
“Kalo gue apa ya mmmm……”
“Kelamaan lo! Udah ah. Kita mesti ngajar ni bentar lagi. Pulang yuk”, ajak Rifko.
“Lo pada gak nganggap gue kalah kan?”, tanya Ega khawatir.
“Enggak dong!!! Yang namanya cinta itu kan dateng gitu aja. Gak bisa kita atur dong dengan taruhan. Lagian taruhan ini bukan kemenangan kok tujuan utamanya. Hanya untuk membuktiin kalau kita tuh bisa dapet cewek. Pade setuju kan lo”, simpul Sujay sang kepala genk.
“O ya Ga. Gue juga bakal mutusin Ely kok. Gila, dia tuh agresif banget bukan tipe gue. Gue ssebenarnya ngincer Wulan, cewek supel yang seper cuek itu. Pasti asik ngedeketin tu cewek, karena banyak tantangannya. Tau sendirilah cueknya kayak apa.” Celo mengumumkan keyakinan hatinya.
“Serius lo? Rara gimana? Ada temen dong gue buat berjuang”, Ega belum yakin.
“Serius. Meskipun Ely di atas rata-rata lah, tapi gue gak nyaman deket dia dan Rara kan udah jelas-jelas nolak gue. Selama ini hati gue sejuk aja tiap liat Wulan.” Jawaban Celo sangat mantap.
“Yuk pulang”, Celo membuyarkan kebengongan teman-temannya. Karena selama ini Celo menganggap Celo sunggu-sungguh dengan Ely.
No comments:
Post a Comment