Friday, April 20, 2012

Rakus?

"Ternyata kita,manusia, tidak lebih sosial daripada tumbuhan" Begitu kata dosen ku pada pelajara Etika Lingkungan sore tadi. Pembawaannya yang santai, kata perkata penuh dinamika, terkadang begitu lambat, terkadang begitu cepat, seakan sedang berpuisi, membuat ku terkantuk kantuk mengikuti pelajaran ini. Tapi materinya begitu mencungklik hati, pikiran dan kesadaran.

Tak ada yang protes, belum ada yang bertanya saat kalimat itu meluncur tanpa penejelasan. Kemudian "Tumbuhan begitu saja menyerahkan dirinya untuk kelangsungan hidup manusia. Manusia yang merasa paling kuat, paling hebat, paling pintar di dunia ini. Padahal belum tentu benar. Coba saja manusia di tinggal sendiri di hutan dan bertemu hariamau, manusia pasti lari terbirit birit ketakutan. Manusia menciptakan teknologi untuk melindungi dirinya namun tidak memperhatikan ekologi yang terluka" demikian lah kira-kira yang di sampaikan dosenku. Aku bergumam "untung tadi perbandingannya bukan pada hewan"

Seseorang pernah juga bicara pada ku "semut yang kita injak injak ini bisa saja berpikir mereka yang terpintar, terhebat dan manusia itu mahkluk yang tolol, jadi kehidupan ini bukan cuma tentang manusia, nafsu manusia" begitu lah kira-kira. Ya, dosen ku juga menambahkan, binatang dan tumbuhan sekalipun punya rasa sakit, keduanya memiliki moral, jadi tidak bisa seenaknya di sakiti hanya dengan alasan untuk mempertahankan kehidupanmu karena tumbuhan dan binatang tidak punya akal".

Di sebuah pulau, yang jauh, jauh sekali. Manusia sulit menjangkaunya. Di huni oleh ribuan kera. Kera-kera itu berwarna keemasan,. Hidup makmur, hidup sejahtera. Pulau tempat kera-kera tersebut tinggal pun begitu hijau, tumbuhnannya beragam, warna-warni. Airnya jernih. Kebiruan yang menampakan cahaya saat siang. Kehidupan yang begitu indah. Mereka hidup saling bergantungan satu sama lain. Namun hanya mengambil sesuai kebutuhan mereka. Saat ingin makan, kera akan makan buah dari tumbuhan, setelah kenyang, maka tidak akan rakus mengambil yang tidak dapat lagi masuk ke perut kera. Kera emas itu memang berbeda. Mereka keturunan kera dari kerajaan. Jadi lebih beradab.

Kesadaran, bahwa semua yang ada di dunia ini mempunyai nilai instrinsik, bahwa semua yang ada di sini saling membutuhkan dan berkaitan, dan bisa merasakan sakit serta rakus itu sangat tidak penting bagi kelangsungan bumi ini berputar. Bisa membuat negri ini seperti pulau yang jauh sekali itu. Pula Kera Emas. 

Coba deh? Apa sih? Kita sering keterlaluan mengeksploitasi Sumber Daya Alam. Lebai. Cukupnya hanya satu truk, ngambil bertruk truk. Di timbun, di simpan, lama-lama, akhirnya nyampah. Kalo dalam kehidupan sehari-hari nih, nyuci baju cukup dengan air 3 ember, di bikin 5 ember, alasannya, "ah masih ada busanya". Kalo gitu penggunaan sabunnya sesuai kebutuhan aja dong. Mau nanti anak cucu mu minum air kencing? Kadang kita juga sering  beli barang yang gak kita benar-benar butuhkan? Yang kita masih bisa hidup, masih tetap cantik kalo kita gak punya? Kalau di runut, sama aja dengan lebai dalam penggunaan Sumber Daya Alam.

Sebuah cerita. Malam itu di asrama air galon tinggal dikit banget. Tukang galon gak mungkin nganterin galon yang baru. Jam 10 asram sudah di tutup. Gak bisa keluar, lagian toko juga gak ada yang buka lagi.Aku mengambil air yang terakhir dan pas memenuhi botol air minum ku. Aku minum dan masih ada setengah. Aku simpan di kamar. Lima belas kemudian, aku dengar seseorang bergumamam "yah habis...". Aku yang lagi asik membaca buku, sontak keluar, "kamu mau minum?" "iya...aus banget." Aku menyerahkan air minum ku di botol.

Kalau saja malam itu aku bablas tidur, saudara seasrama ku bakal kehausan. Betapa egoisnya aku, butuh hanya setengah botol dan di waktu yang sama ada yang haus airnya malah aku simpan. Air yang dibutuhkan saudaraku saat itu dan yang akan aku minum mungkin keesokan harinya. Parahnya kalau ternyata sisa air itu malah aku buang.

Sangat seram cerita tentang rakus ini. Tentang mengambil yang sebenarnya tidak kita butuhkan, hanya untuk medewakan uang. Memang sulit benar hidup benar di jaman sekarang. Uang seperti Tuhan. Manusia selayak setan. Setan-setan jalanan yang bukan haus darah, tapi uang (mengutip sebuah lagu). Jalan kita untuk menghabiskan hidup di dunia ini  memang pilihan kawan. Dan...silahkan memilih.

Oretan anak Teknik Lingkungan yang kadang bingung dengan dunia yang fana ini *halah

No comments:

Post a Comment