Tuesday, April 24, 2012

Menerima dia


Dalam lingkungan, wajar kalau kita bertemu seseorang yang apa yang di lakukannya sering menyakitkan hati. Bahkan ketika sedang bercanda atau mengobrol sekalipun. Apa yang keluar dari mulutnya, dari tingkah lakunya sering kali menyakitkan. Kadang aku berpikir, lebih baik orang seperti ini tidak di sapa saja sekalian Setiap klai ngomong hanya nyakitin hati. Sakit hati karena omongan itu lebih nyelekit ketimbang di gigit semut. Tidak bermaksud menganggap diri ini lebih baik, tapi aku telah mendiskusikan ini. Jadi tidak mutlak pendapat sendiri.


Satu hari itu, hari dimana aku seperti biasa aku bangun dengan perasaan gembira, dan berangkat ke kampus juga dengan riang gembira, tapi begitu duduk, dan mendapati dia yang sedang menanggapi ucapanku dengan mimik dan nada bicara menyakitkan. Aku yang sedang dangkal saat itu, sontak kesal tak karu-karuan, wajah yang awalnya penuh keceriaan, berubah menjadi kusut, suram, durjam. Syukurnya aku punya hati yang tak kuat menyimpan marah lama-lama, beberapa menit kemudia itu semua hilang. Lalu barulah bisa normal berpikir "buat apa juga aku marah?"

Kalau di urutin ya... dia itu memang begitu, ngomong dengan nada nyelekit, menggunakan kata perkata yang mungkin tanpa dia sadari sudah nyakitin banget, di tambah ekspresi yang mewakili itu semua plus gesture. Dan kalau dia melakukan itu ke aku, begitu juga dengan orang lain. So? Apa urusan sama hati aku untuk sakit? Gak ada kan? Gak bisa dong setiap orang berbicara sesuai yang aku mau. Mungkin juga aku pernah ngomong semenylekit itu. Ups, tapi aku udah koreksi ke yang lain kok. Apa aku seperti itu juga?

Dia hanya seperti itu, mempunyai nada bicara yang menyakitkan, kata-katanya seperti kulit duren, yah mungkin di tambah kejelekan lain yang mungkin sama dengan yang aku punya. Yah, dan hanya seperti itu sama dengan manusia lain. Punya kekurangan. Bukan bermaksud mengambil keunungan, tapi kenapa harus tidak lagi bersama-sama hanya karena gaya bicara yang menyakitkan? Mau sakit atau tidak, itu pilihan hati ku. Mau memikirkan atau tidak itu keputusan pikiranku.

Jika menegurnya sama dengan seperti menyeludupkan senjata dalam hubungan ini, untuk saat ini, lebih baik menerima dia apa adanya. Menjaga diri untuk tidak merasa sakit hati hanya karena hal tidak penting. Dan melupakan segala urutan sikap hitamnya. Itulah ciri dia, sebagai seseorang yang akan aku kenang hingga nanti. Dia dengan ucapan nyelekitnya. Yang menempel disini, yang pernah ngasih rasa sakit sedikit di hati. 

Thank you , kamu ^^

No comments:

Post a Comment