Setiap bangun pagi dan aku menyempatkan diri keluar rumah kostan, tercium bau tidak sedap dan tidak segar. BErbeda dengan rumah kostan ku di Bogor, terlebih di rumah di Jambi, segar dan memang benar terasa oksigen segar dari tumbuhan. Masuk ke celah-celah tubuh, berubah menjadi ion-ion positif dan menjelma menjadi semangat untuk hari itu. Menyenangkan. Saat masuk ke dalam rumah, aku melihat nenek sedang menonton televisi siaran ceramah agama, dan sedang ada yang memasak di dapur, "Marsiah". Enatah memasak air, memanaskan lauk semalam atau masak nasi goreng yang rasanya pasti kurang enak. Hahahahaha. Tapi nasi itu tetap sering ku bawa ke sekolah dulu sebagai bekal. Sudah diajarkan oleh orangtuaku dari kecil, bahwa kami tidak boleh cerewe soal makanan. Sudah bisa makan yang bergizi dan mempunyai pilihan saja sudah syukur. Kami sering diceritakan kehidupan orang-orang yang kurang beruntung agar kami lebih bersyukur dengan kehidupan kamu. What a parents!!! I love them more n more.
Kalau di rumah kost Bogor aku menghirup udara segar dari jendela kamar yang cukup besar. Udara malam berganti udara segar subuh. Setelah merasa kantong paru-paru terisi udara baru. Aku bersiap kuliah, kalau msuk siang aku memilih menonton, ada banyak siaran tv yang bermanfaat kalau pagi. Kalau bosan, aku menjahili anka kost yang akan berangkat kuliah dan kalau malamnya aku tidur larut, aku akan menarik selimut. Tidur lagi. Padahal sudah jelas tidak baik. Tapi mau bagaimana lagi. Mata mengantuk, badan terasa lemas.
Ternyata dibelahan dunia lain, disisi kehidupan lain, yang bahkan aku alami sekarang, tidak ada yang bisa menikmati apa yang aku nikmati setiap pagi. Aku sedikit bingung membawa arah tulisan ini. Tentang bersyukurkah atau dari sisi lingkungannya kan? Tapi aku akan tetap menulis mengikuti keinginan arah otak membawa kata perkata ini.
Hanya tentang udara yang kita hirup saja setiap hari ada banyak hal yang bisa disyukuri. Nikmat Allohmana lagi yang tidak kau syukuri? Semua yang diberikan adalah kebaikan. Udara yang sering diremehkan, karena ada setiap hari, disediakan Alloh secara cuma-cuma menjadi sesuatu yang cukup mahal untuk mendapat kemurniannya, seperti yang Alloh berika dulu, sebelum gedung raksasa memperkosa langit, sebelum hitamnya asap dari pabrik pengeruk alam bertaburan. Memerlukan perjalanan yang cukup jauh menuju pedesaan atau daerah dataran tinggi untuk menikmati kesegaran udara.
Cengkareng adalah kawasan Bandara. Entah berapa tinggi tingkat polusi di langitnya. Hilir mudik pesawat setiap hari melewatinya, tiap menit, tiap jam. Seram. Aku berangkat untuk Praktik Kerja Lapang pukul 07.30, sudah harus menggunakan masker atau penutup hidung lainnya demi menghindari polusi yang bertebaran dengan leluasa. Kendaraan berebut merenggut aspal kosong. Semua brebut, menuju tujuan untuk kehidupan. Uang.
Ini semua sudah terjadi begitu saja. Tak perlu dipertanyakan. Tapi inilah yang terjadi. Sisi kehidupan memang berbeda.
No comments:
Post a Comment